Opini  

Pemilihan Umum, Partisipasi Politik, dan Generasi Muda Indonesia

Oleh Faizal Rianto, S.AP., MM., MPP

Dosen Program Studi Administrasi Publik, STISIPOL Raja Haji

Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UU No. 7 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi Undang-Undang), disebutkan bahwa, Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sementara terkait asas, prinsip dan tujuan Pemilu di Indonesia telah diatur dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 undang-undang tersebut.

Pemilu sendiri adalah sebuah mekanisme demokrasi yang dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik bagi bangsa dan negara. Suatu negara tidak dapat benar-benar menjadi negara yang demokratis sampai warga negaranya memiliki kesempatan untuk memilih wakil-wakilnya melalui pemilihan umum yang bebas dan adil. Upaya pembangunan yang dilakukan juga tidak akan berhasil tanpa adanya pemerintahan yang sah dan dipilih secara demokratis, serta responsif dan akuntabel terhadap warga negaranya. Oleh karena itu, agar pemilu berlangsung bebas dan adil, diperlukan kebebasan sipil tertentu, seperti kebebasan berbicara, berserikat, dan berkumpul.

Pemilu pun dapat menjadi alat utama untuk mendorong keterbukaan politik dan memperluas partisipasi politik ditengah-tengah masyarakat. Proses pemilu juga memberikan peluang bagi partai politik dan kelompok masyarakat untuk memobilisasi dan mengorganisir pendukungnya, berbagi platform alternatif dengan masyarakat, serta berfungsi untuk mendorong perdebatan politik dan dialog publik.

Tahun 2024, sebagai tahun politik, tentunya akan menjadi tahun yang berwarna, tidak hanya untuk para politisi, namun juga bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada tahun tersebut, para calon anggota legislatif dari berbagai partai akan bertarung memperebutkan kursi parlemen di tingkat nasional dan daerah, para calon kepala daerah juga akan berkompetisi guna menduduki jabatan kepala daerah, serta para calon presiden akan saling beradu gagasan untuk masa depan Indonesia. Ditengah kontestasi tersebut, para pemuda lah yang sebenarnya berada pada spotlight karena dapat menentukan pihak-pihak yang menang atau kalah melalui hak suaranya dalam kontestasi tersebut. Apalagi, dengan jumlah pemilih muda yang mencapai angka 106 juta jiwa atau 52% dari jumlah total pemilih, menjadikan pemuda sebagai faktor penentu bangsa dan negara kedepannya.

Pemuda pun dapat menjadi kekuatan kreatif bagi suatu bangsa, sumber inovasi yang dinamis, dan sepanjang sejarah, para pemuda telah berpartisipasi, berkontribusi, dan bahkan mengkatalisasi perubahan-perubahan penting dalam sistem politik, dinamika pembagian kekuasaan, dan peluang ekonomi. Hanya saja, para pemuda juga kerap menghadapi tantangan kemiskinan, hambatan terhadap pendidikan, berbagai bentuk diskriminasi, serta terbatasnya prospek dan peluang kerja. Sering kali, hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh pemuda menghambat partisipasi mereka dalam berbagai aspek pembangunan. Oleh karenanya, menyadari hak generasi muda untuk berpartisipasi dan dilibatkan dalam proses dan praktik demokrasi juga penting untuk memastikan tercapainya agenda-agenda pembangunan.

Ketika ada hambatan dan tantangan untuk berpartisipasi dalam proses politik yang formal dan terlembaga, para pemuda dapat merasa tidak berdaya dan kehilangan haknya. Ketika pemuda kehilangan haknya atau tidak terlibat dalam proses politik, sebagian besar masyarakat hanya akan memiliki sedikit atau tidak ada suara atau pengaruh sama sekali dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat tersebut. Padahal, agar sistem politik dapat menjadi representatif, maka, seluruh lapisan masyarakat harus diikutsertakan, terutama para pemuda.

Untuk membuat perbedaan dalam jangka panjang, maka, penting bagi generasi muda untuk terlibat dalam proses politik formal dan mempunyai suara dalam merumuskan politik saat ini dan masa depan. Partisipasi politik yang inklusif bukan hanya merupakan hak politik dan hak demokrasi yang mendasar, namun juga penting untuk membangun masyarakat yang stabil dan damai serta mengembangkan kebijakan yang menanggapi kebutuhan spesifik generasi muda. Agar generasi muda dapat terwakili secara memadai dalam institusi, proses, dan pengambilan keputusan politik, dan khususnya dalam pemilu, mereka harus mengetahui hak-hak mereka dan diberi pengetahuan serta kapasitas yang diperlukan untuk berpartisipasi secara bermakna. Dengan begitu, diharapkan kedepannya, generasi muda akan semakin terlibat dalam pengambilan keputusan, atau dalam perdebatan mengenai isu-isu penting pada aspek sosial-ekonomi dan politik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *