Jakarta, PuanKepri.com – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim belakangan ini mengungkapkan bahwa, kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi sedang dalam kondisi gawat darurat. Hal inilah yang menjadi alasan Nadiem mengeluarkan Peraturan Mendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Keputusan tersebut mendapat dukungan Dr. Marlinda Irwanti Poernomo SE. M.Si Direktur Pascasarjana Usahid menjelaskan bahwa masalah kekerasan seksual di lingkungan kampus banyak terjadi dan dengan terbitnya Permendikbud riset no 30 tahun 2021 sangat tepat.
“Karena selama ini memang belum ada aturan yang jelas masalah kekerasan seksual di lingkungan kampus yang menurut saya banyak terjadi, Permen ini nanti bisa ditindaklajuti oleh PT dengan aturan-aturan yang ada di PT masing-masing,” ujarnya, Minggu (14/11).
Menurut Marlinda, berdasarkan data dari Komnas Perempuan sepanjang 2015-2020, seluruh pengaduan kekerasan seksual lembaga pendidikan, sebanyak 27 persen kasusnya terjadi di perguruan tinggi. Jumlah ini merupakan grup terbesar dari seluruh pengaduan kekerasan seksual yang dilaporkan.
“dan menurut survei dari pihak Kemendikbud pada 2020, sebanyak 77 persen dosen mengatakan bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di kampus. Sementara itu, sebanyak 63 persen memilih tidak melaporkan kasus yang diketahuinya pada pihak kampus yang mayoritas korbannya perempuan.” Jelasnya
Lebih lanjut Marlinda menjelaskan bahwa data tersebut sudah jelas, masalah kekerasan seksual dikampus sudah darurat, Mendikbudristek sudah melakukan survei, komnas perempuan juga melakukan survei dan ternyata presentasi sangat besar terjadi kekerasan seksual dan sebagian besar korbannya adalah perempuan.
“Sudah saatnya Perguruan Tinggi mempunyai payung hukum agar kasus-kasus tersebut bisa ditindaklanjuti ke ranah hukum. Kalau sudah ada permen tinggal diimplementasikan di kampus-kampus, dan menjadi upaya melindungi perempuan dari kekerasan seksual di kampus,” pintanya.
Saat ini, lanjut Marlinda terjadi kekosongan hukum dalam melakukan pencegahan, penanganan, hingga perlindungan terhadap korban kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi ini. Maka dari itu, ia berharap dengan adanya Permendikbud 30 ini bisa memberikan kepastian soal hukum bagi pemimpin perguruan tinggi untuk mengambil langkah yang tegas dalam menindak kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Marlinda berharap banyak dengan Permendikbud 30, menjadi landasan dan payung hukum bagaimana pencegahan, penanganan dan perlindungan terhadap kekerasan seksual di lingkungan kampus dapat dihentikan ,selama ini karena tidak ada kepastian hukum sulit bagi PT mengambil langkah tegas dalam menindak kasus kekerasan seksual yang banyak terjadi di lingkungan kampus karena kekerasan seksual paling sulit dibuktikan, tetapi efeknya sangat besar dan berjangka panjang pada korban. Dia memberi contoh bagaimana seorang mahasiswi yang mengalami kekerasan seksual di kampus, mencoba melapor tetapi tidak ditanggapi, depresi dan akhirnya meninggalkan kampus.
“tidak mungkin kampus dapat menyediakan pembelajaran yang berkualitas, jika dosen, mahasiswa maupun tenaga kependidikan tidak merasa aman dan nyaman. Dampak dari satu kejadian bisa dirasakan seumur hidup karena berdampak psikologis dan saatnya kampus “AMAN” dari tindak kekerasan seksual.
“Oleh karena itu Permendikbid 30 harus kita dukung sepenuhnya agar pembelajaran yang berkualitas dikampus dapat berjalan dengan aman dan nyaman baik bagi dosen maupun Mahasiwa,” pungkasnya.
Sumber : mediaindonesianews.com