Opini  

Mahasiswa vs Korupsi: Refleksi atas Status Tersangka yang Tidak Ditahan

Siti Rohmihatun

Akuntansi Syariah 2021 STEBI BATAM

Fenomena korupsi di Indonesia bukanlah hal baru. Sejak lama, praktik korupsi telah mencoreng wajah demokrasi dan melemahkan moralitas bangsa. Ironisnya, ketika seorang tersangka korupsi tidak ditahan, ini menimbulkan gelombang ketidakpuasan publik, terutama dari kalangan mahasiswa yang selama ini dikenal sebagai motor penggerak perubahan. Status tersangka tanpa penahanan bukan hanya menimbulkan pertanyaan terkait penegakan hukum, tetapi juga menjadi cerminan lemahnya sistem hukum kita. Dalam konteks ini, mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki peran strategis untuk mengevaluasi, mengkritisi, dan mengadvokasi reformasi dalam pemberantasan korupsi.

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Legislatif (Nabila Alif Radika Shandy dan Abhinaya Wahyu Satrio, 2023), perubahan status Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari lembaga independen menjadi bagian dari eksekutif melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 telah menciptakan polemik yang signifikan. Penafsiran Philip Bobbit yang digunakan untuk menilai perubahan ini mengungkapkan bahwa KPK kini kehilangan sebagian independensinya. Hal ini memperburuk persepsi masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi, terutama ketika kasus-kasus besar tidak ditangani dengan tegas. Bagi mahasiswa, situasi ini menjadi katalis untuk menuntut pemulihan kemandirian KPK agar lebih efektif dalam menjalankan tugasnya.

Ketika seorang tersangka korupsi tidak ditahan, masyarakat sering kali melihatnya sebagai bentuk ketidakadilan. Dalam Jurnal IQTISAD (Hartanto, Edy Chrisjanto, dan Murdomo, 2024), disebutkan bahwa korupsi bukan hanya sekadar kejahatan biasa, melainkan kejahatan luar biasa yang merusak nilai-nilai demokrasi dan keuangan negara. Sayangnya, integritas aparat penegak hukum masih dipertanyakan. Kasus seperti ini mempertegas argumen bahwa ada celah besar dalam penegakan hukum, termasuk dalam pelaksanaan metode follow the money dan asset recovery yang belum optimal. Mahasiswa, dengan idealisme mereka, sering kali menjadi kelompok yang paling vokal menyoroti isu-isu ini. Demonstrasi, diskusi, dan aksi advokasi lainnya menjadi cara mahasiswa menyuarakan pentingnya integritas dan transparansi dalam penanganan kasus korupsi.

Korupsi yang melibatkan politisi sering kali mendapatkan perlakuan berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Atmoko dan Amalia Syauket (2022) dalam Binamulia Hukum menunjukkan bahwa banyak pelaku korupsi yang memiliki kekuasaan tinggi mendapatkan keringanan hukuman atau bahkan bebas dari jerat hukum yang seharusnya. Hal ini menciptakan ketimpangan yang nyata dalam sistem peradilan. Bagi mahasiswa, situasi ini tidak hanya mencerminkan kegagalan hukum, tetapi juga ancaman terhadap masa depan bangsa. Ketimpangan ini sering menjadi pemicu protes mahasiswa yang menuntut reformasi sistem hukum agar lebih adil dan merata.

Salah satu pendekatan yang efektif untuk mencegah korupsi adalah melalui transparansi partai politik. Dalam Jurnal Integritas (Anis Widyawati dkk., 2023), penerapan whistleblowing system dalam partai politik dinilai sebagai langkah strategis untuk mencegah tindak pidana korupsi. Platform seperti SIAPP yang diusulkan dalam penelitian ini memberikan harapan baru dalam membangun partai politik yang lebih akuntabel. Namun, implementasi sistem semacam ini memerlukan dukungan dari semua pihak, termasuk mahasiswa. Sebagai kelompok yang kritis dan terdidik, mahasiswa dapat berperan dalam mengawal penerapan sistem ini dan memastikan bahwa partai politik menjalankan fungsinya dengan transparan.

Pendidikan anti-korupsi juga menjadi elemen penting dalam pemberantasan korupsi. Penelitian oleh Ni Ketut Dessy Fitri Yanti Dewi (2023) dalam Jurnal Ilmu Hukum Sui Generis menekankan pentingnya pendidikan anti-korupsi dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran dan integritas sejak dini. Mahasiswa, sebagai generasi muda yang sedang menempuh pendidikan tinggi, harus menjadi teladan dalam mengimplementasikan nilai-nilai ini. Kampus bisa menjadi laboratorium sosial untuk mengembangkan budaya anti-korupsi, misalnya melalui kurikulum khusus, seminar, atau proyek sosial yang melibatkan masyarakat luas.

Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana mahasiswa dapat mempertahankan idealisme mereka di tengah sistem yang korup. Ketika mahasiswa bersuara, mereka sering kali dihadapkan pada tekanan, baik dari pihak otoritas maupun dari masyarakat yang apatis. Dalam situasi ini, penting bagi mahasiswa untuk membangun solidaritas dan jaringan yang kuat, baik di tingkat lokal maupun nasional. Gerakan mahasiswa yang solid akan lebih efektif dalam memengaruhi kebijakan publik dan menekan pihak-pihak yang mencoba melemahkan pemberantasan korupsi.

Lebih jauh, mahasiswa juga perlu mengadopsi pendekatan yang lebih strategis dalam perjuangan mereka. Selain demonstrasi, mereka bisa terlibat dalam riset dan advokasi berbasis data untuk mengungkap akar masalah korupsi. Dengan memanfaatkan teknologi informasi, mahasiswa dapat membuat platform digital yang mendukung transparansi dan akuntabilitas, seperti yang dicontohkan dalam penelitian tentang whistleblowing system.

Korupsi adalah musuh bersama yang harus diberantas dengan upaya kolektif. Mahasiswa, dengan idealisme, intelektualitas, dan semangat juang mereka, memiliki peran yang sangat penting dalam membangun Indonesia yang bebas dari korupsi. Namun, perjuangan ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dari masyarakat luas. Oleh karena itu, kolaborasi antara mahasiswa, masyarakat, dan pemerintah menjadi kunci utama untuk mencapai tujuan ini.

Dalam menghadapi kasus-kasus korupsi, termasuk yang melibatkan tersangka yang tidak ditahan, mahasiswa harus terus mengawal proses hukum dan menuntut transparansi dari aparat penegak hukum. Mereka harus menjadi suara rakyat yang tidak bisa dibungkam, bahkan ketika menghadapi berbagai tantangan. Dengan komitmen yang kuat, mahasiswa dapat menjadi agen perubahan yang membawa harapan baru bagi Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *